Minggu, 08 Januari 2012

Kekuatan Spiritualitas Bagi Dunia Bisnis Sebagai “Extension of the Hand God” (Bagian III)

(Strength of Spirituality sebagai "Ekstension of The Hand GOD")

Genggaman tangan Tuhan terdapat “buah-buah roh”, yang terdiri dari kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri, yang kesemuanya itu ditanamkan secara mendalam sebagai wujud konsep kekuatan Spiritualitas (Strenght of Spirituaity) bagi seluruh aspek di bumi (termasuk aspek dunia bisnis yang berhubugan langsung dengan kehidupan manusia). Alkitab menuliskan hal itu, bahwa:

Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseturuan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percinderaan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (Alkitab, Galatia 5:19-21)

Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. (Alkitab, Galatia 5:22)

Spiritualitas adalah “angin segar” serta “harapan baru” yang tidak terlepas dari amanat untuk pelaksanaan bisnis yang baik. Artinya pada satu sisi bahwa pilar spiritualitas bisa kita maknai sebagai“perpanjangan tangan Tuhan di dunia” yaitu sebagai perpanjangan amanat Tuhan terhadap wakil Tuhan Allah (pemimpin perusahaan dalam segala aspek bisnisnya) di dunia untuk mewujudkan kehendak, maksud dan tujuan Allah di dunia melalui “kasih”, sebagaimana tertera di dalam injil bahwa:

Tidak ada kepemerintahan yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah (termasuk pemimpin bisnis) yang ada, ditetapkan oleh Allah (Injil, Roma 13:1)

Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan (Injil, 1 Yohanes 1:5b).

Hendaknya melalui pilar spiritualitas sebagai pijakan dunia bisnis di bumi menjadi lilin-lilin kecil di tengah belantara gelapnya keraskusan dan ketamankan manusia yang berimplikasi terhadap ketidakseimbangan manusia dan alam, sehingga menjadi penerang bagi kesejahteraan bersama menuju era terang benderang.

Dengan berpegang pada landasan spiritualitas ini maka setiap entitas yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran “pihak ketiga” (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap pihak dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis secara spiritual tidak semata-mata orientasi pada dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas.

Penerapan spiritualitas dalam entitas bisnis secara kongkrit dan sederhana yang terkandung dalam wujud “buah-buah roh” hendaknya mencakup (Sukarsa, 2010):

  1. Menerapkan konsep bagi hasil bagi karyawan perusahaan, sehingga banyak karyawan menjadi jutawan dan tidak mau pensiun.
  2. Menerapkan prinsip mendahulukan kepuasan pelanggan dari pada mencapai keuntungan yang maksimal dan berani berhenti berusaha jika prinsip-prinsip menjaga lingkungan dilanggar.
  3. Menghormati hubungan baik antara alam dengan manusia, baik kehidupan binatang dan kelestarian tumbuhan disekitar.
  4. Mengutamakan produk yang terbuat dari hasil alami,
  5. Menjaga hubungan baik antara pelanggan, pemilik, agen, pemasok dan masyarakatnya, menjamin pada karyawan untuk bekerja pada lingkungan yang nyaman dan memberi kesempatan untuk tumbuh dan belajar, percaya pada keberhasilan perusahaan secara finansial karena adanya tanggung jawab sosial pada masyarakat dan lingkungan.
  6. Menanamkan rasa tanggung jawab sosial berdasarkan pada kejujuran, kepedulian pada lingkungan, pemberdayaan, keragaman, mengutamakan keselamatan, keunggulan dan ‘have fun’ melalui kerja.
  7. Melindungi martabat manusia, menjamin kualitas dan cakupan layanan kesehatan, menggunakan kekuatan pasar untuk meningkatkan kondisi pemasok dan upah yang wajar, menggunakan perusahaan sebagai kekuatan untuk melakukan perubahan dengan merangkul dan mengaktifkan swasembada, mengutamakan pasokan dari lokal, menjaga kebersihan dan melakukan perbaikan pada kepercayaan publik.

Kehidupan yang spiritual adalah kehendak Allah yang hidup dalam kelimpahan kasih, dengan cara yang membuat kehidupan semakin kaya bagi semua orang. Bagaimana kita dapat hidup dalam suasana yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan diri sendiri, dengan lingkungan sekitar (masyarakat dan bisnis), bila kita tidak dapat menghayati sesama. Spiritual kristen dan moral kristen menyatu dalam kehidupan yang baik. Spiritual erat berkaitan dengan sumber dari sumber tindakan-tindakan kita. Bila kita memahami bahwa tujuan hidup adalah menjalin keakraban dengan Tuhan, maka tak akan terjadi perpisahan yang sesungguhnya antara kehidupan moral dan spiritual. Makna kehidupan yang kita cari, dan rasa lapar kita akan kasih serta keinginan untuk menjalin hubungan atau mencari pemenuhan, merupakan tanggapan terhadap Tuhan yang memberikan nafas hidup.



Tidak ada komentar :

Posting Komentar