Minggu, 08 Januari 2012

Kekuatan Spiritualitas Bagi Dunia Bisnis Sebagai “Extension of the Hand God” (Bagian II)

(Tembok diGanti Jembatan: Membongkar Batas Pemisah Antara Bisnis dan Spiritual)

Saya adalah termasuk orang yang tidak sepakat ketika paradigma spiritualitas bagi bisnis hanya dianggap sebagai suatu pilihan alternatif atau hanya sekedar terapan yang apabila ditolak eksistensinya, tidak menjadi masalah bagi dunia bisnis.

Banyak pebisnis yang sukses mencapai tingkatan tertinggi dalam persepsi orang bisnis, ternyata tidak bahagia. Bahkan mereka justru merasakan kesepian, kehampaan, dan kesedihan (Bambang (2007). Rupanya selama ini hidup mereka dihabiskan untuk mengejar hal yang keliru. Pasalnya, mereka berfokus hanya pada dunia bisnis dan mengabaikan sisi spiritualitas.

Di sisi lain, ada banyak rohaniwan yang melulu berpikir dari sisi spiritual dan tidak mengaitkannya dengan realitas kehidupan sehari-hari, khususnya dunia bisnis. Akibatnya, berita yang dibawa dianggap sebagai cerita dongeng yang tidak membawa solusi nyata bagi masalah yang dihadapi para pebisnis dalam kehidupan sehari-hari.

Bisnis dan spiritualitas seolah merupakan dua pulau yang terpisah, atau bagai air dan minyak yang tidak bisa disatukan. Dalam bukunya Paulus Bambang (2007) yang berjudul “Built to Bless”, dimana beliau membongkar tembok penyekat antara dunia bisnis dan spiritualitas. Tembok diganti dengan jembatan. Bambang (2007) mengungkapkan anggapan bahwa bisnis dan spiritualitas tidak bisa dipadukan ternyata tidak benar, hanya sebuah mitos.

Parapak (2001) bahwa kehidupan bermasyarakat dalam mengelola bisnis, atau aktivitas apa saja dalam hubungannya dengan berkomunikasi dengan sesama umat manusia, mestilah selalu diwarnai oleh nilai-nilai spiritual yang kemudian diyakini akan mensinergikan etika dan laba. Hal ini memberikan gambaran bahwa penerapan konsep spiritualitas sebagai refleksi perpanjangan tangan Tuhan akan mengembalikan seluruh umat kepada fitrahnya dalam meraih cita-cita masyarakat yang madani, sekaligus secara khusus sebagai salah satu pilar yang diyakini akan memperkokoh dan merajut kembali “rasa cinta” serta manusia dan kepentingan bisnisnya kepada alam tempat mereka berpijak dan tentang sesamanya manusia dalam wujud kedamaian kekal karena “kasih yang tulus”.

Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.

Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang. (Alkitab, Ibarani 12:14-15)



Tidak ada komentar :

Posting Komentar