Rabu, 19 Oktober 2011

Akuntansi Modern Bergender Maskulin (Pria)

Pada dunia akuntansi, Hines (1992) merupakan salah satu pakar akuntansi yang mempelopori pengembangan akuntansi dengan metoda sintesa. Ia merujuk pada tradisi Timur, yaitu tradisi Tao. Selanjutnya ia berpendapat bahwa tradisi Tao adalah tradisi yang mensinergikan dua hal yang berbeda dan bahkan bertentangan dalam interkasi yang dinamis dan harmonis. Contoh dari tradisi Tao ini adalah sifat komplemen (saling-melengkapi) dari nilai-nilai maskulin (yang) dan feminin (yin).
Lebih lanjut, Hines (1992), menengarai bahwa akuntansi modern terlalu menonjolkan nilai-nilai maskulin dan sebaliknya memarjinalkan nilai-nilai feminin. Sehingga, sederhananya, akuntansi modern dalam faktanya (yang dipraktikkan sekarang) ternyata berjender maskulin. Padahal, sebetulnya menurut sunnatullahnya, akuntansi seharusnya memiliki nilai-nilai maskulin dan sekaligus juga memiliki nilai-nilai feminin. Interaksi dari kedua nilai ini secara harmonis akan menciptakan keseimbangan.

Sebagaimana dikatakan Tricker (1978) akuntansi adalah anak dari budaya masyarakat dimana akuntansi itu dipraktekan. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa nilai masyarakat mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi bentuk akuntansi. Tidak terkecuali akuntansi modern yang sedang dipraktikan sekarang ini. Akuntansi modern banyak menyerap dan dikembangkan oleh, masyarakat yang memiliki liberalisme dan kapitalisme yang tinggi.

Sebagai contoh, kita lihat pada konsep kepemilikan (ownership) yang sangat berpengaruh pada akuntansi. Dalam masyarakat yang kapitalis hak milik mutlak berada pada seorang individu. Dengan konsep macam ini sebuah badan usaha didirikan, dimiliki oleh dan digunakan untuk, pemilik yang memiliki modal (kapitalis). Seorang kapitalis, dengan demikian memiliki kedudukan yang sangat sentral dan kuat. Dengan kedudukan ini akhirnya “bentuk” akuntansi akhirnya juga terpengaruh, yaitu memihak pada kepentingan kapitalis. Bahkan praktisi akuntansi terpengaruh dengan memanipulasi angka-angka laba. Kita lihat kasus di Amerika yang telah disebutkan di atas pada dasarnya adalah kasus memanipulasi angka laba. Laba dinaikkan agar pasar saham bisa meningkat. Disini praktisi akuntansi telah menanggalkan moralitasnya untuk kepentingan pemilik (pemegang saham).

Secara implisit, kedudukan seorang kapitalis yang sangat sentral ini telah berimplikasi kepada: (1) bentuk akuntansi tampak menjadi egois, (2) bias materi, (3) tidak memperhatikan eksternalitas, (4) bias maskulin (banyak menyerap nilai-nilai maskulin
sedangkan nilai-nilai feminine dihilangkan, dieliminasi, dan dimarginalkan (Triyuwono, 2000a) dan (5) berorientasi pada informasi berbasis angka di mana angka-angka adalah “pusat” dan ini adalah salah satu bentuk logosentrisme dari akuntansi modern.



Aprianto L. Kuddy - Jayapura, Papua - Universitas Brawijaya